Kekerasan pada Pedagang Kaki Lima

Tugas Akhir/Skripsi Sosiologi
Disusun oleh: Aswin Afandy
Universitas Airlangga
Program Studi Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

Intisari:

Penelitian ini berjudul Kekerasan Pada Pedagang Kaki Lima di Kawasan Gembong Kota Surabaya, yang mana secara khusus mengkaji kekerasan pada pedagang kaki lima (PKL) sekaligus mengetahui perjuangan dari PKL Gembong dalam menghadapi penggusuran.

Penelitian ini menggunakan paradigma humanistis. Artinya memandang manusia sebagai mahkluk yang mampu merefleksikan diri, oleh karenanya manusia mampu membentuk kebudayaan dan merencanakan masa depan, sehingga pada akhirnya akan tercipta dunia sosial yang sesuai dengan nilai-nilai. Manusia tidak bisa disamakan dengan dengan peralatan mesin tetapi manusia mampu menyusun program, memberikan arah baru dalam hidup baik secara pribadi maupun secara bersama. Informan penelitian adalah PKL Gembong Surabaya yang meliputi kawasan Gembong Tebasan, Kapasari, Kalianyar dan Ngaglik. Pada akhirnya informan yang berhasil diwawancarai sebanyak 12 orang yang semuanya berasal dari etnis Madura. Sasaran penelitian ditetapkan di lingkungan Gembong yang meliputi empat kawasan yaitu Gembong Tebasan, Kapasari, Kalianyar dan Ngaglik. Alasan pemilihan kawasan Gembong karena didasarkan pada sisi historis yang panjang yang mana di dalamnya banyak sekali terdapat kekerasan yang dilakukan oleh Pemkot. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara yang lebih menyerupai dialog bebas. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik kualitatif, dimana tidak dilakukan uji-uji statistik. Data-data hasil wawancara yang dihasilkan akan dianalisis dalam bentuk narasi dan kemudian dianalisis dengan referensi teori yang ada. Beberapa teori yang digunakan dalam menganalisi permasalahan dalam penelitian ini adalah teori-teori tentang kekerasan dan gerakan sosial.

Dengan melihat temuan dan analisis data dapat disimpulkan bahwa selama ini tindakan-tindakan Pemerintah Kota Surabaya dalam menyikapi PKL di kawasan Gembong terdapat unsur-unsur kekerasan baik secara personal, struktural maupun budaya. Kekerasan tidak hanya terlihat ketika Pemkot melakukan penggusuran terhadap PKL Gembong, merampas dan membakar barang dagangan. Tetapi juga ketika PKL di kawasan Gembong dibiarkan menjamur, tidak ada pembinaan, tidak ditempatkan pada lahan khusus, tidak ada relokasi yang sesuai dengan karakter PKL, penipuan pada perijinan surat ijin serta adanya perda 17 tahun 2003. Tidak hanya itu saja, adanya labelling negatif PKL dan etnis Madura juga termasuk dalam kekerasan.

Sementara itu, dalam menghadapi penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota, PKL Gembong menggunakan pertimbangan rasional yaitu membangun kesadaran kolektif, memanfaatkan jaringan sosial, menyewa rumah yang kosong, bermain kucing-kucingan, berjualan ditempat tersembunyi, melakukan aksi demonstrasi. Tindakan tersebut merupakan strategi yang dipilih PKL yang didasarkan atas perhitungan rasional.